KETIKA OPLOSAN MENGGOYANG PIKIRAN DAN HATI
00.48 | Author: nuruliman1972
10 Januari 2014 KETIKA “OPLOSAN” MENGGOYANG PIKIRAN DAN HATI Oleh: Nurul Iman Istilah oplosan belakangan ini begitu masyhur dan akrab di telinga setiap orang di negeri ini disebabkan jatuhnya banyak korban meninggal di berbagai wilayah Indonesia akibat menenggak minuman tersebut. Booming lagu “oplosan” dengan goyangnya yang khas yang popular oleh acara YKS dengan bintang Shoimah dkk. juga turut menumbuhkan suburkan istilah oplosan. Hanya saja, ternyata pesan moral dalam lagu Oplosan tidak mempan membujuk para penikmat minuman “api” tersebut untuk meninggalkannya, karenya ternyata lagu Oplosan lebih enak dinikmati jogetnya dari pada diresapi makna yang terkandung di dalamnya. Banyak orang menikmati lagu Oplosan tanpa mengerti makna syair-syairnya terbukti dari terus membludaknya animo penonton live show YKS disamping rating acara yang terus melambung. Goyang oplosan telah menghipnotis banyak kalangan yang memang mentradisikan hiburan murah untuk melepas penat selepas bekerja seharian, apalagi jika diselingi dengan adanya hadiah berus uang cash dalam game-game yang dibawakan para host acara ini. Joget Oplosan dan semisalnya yang diusung YKS telah berhasil melahirkan banyak artis baru sekaligus mempopulerkan kembali artis-artis lama. Kesuksesan goyang oplosan untuk menghadirkan kegembiraan dan hiburan bagi banyak orang ternyata memicu kekhwatiran banyak kalangan lain. Banyak pakar agama dan pemerhati pendidikan justru merasa prihatin dengan fenomena merebaknya joget oplosan tersebut. Tokoh KPAI dan pemerhati anak Seto Mulyadi misalnya menilai goyangan tidak mendidik dan berdampak buruk bagi perkembangan anak Indonesia. Mahfudz Sidiq dari Komisi I DPR (yang membidangi penyiaran) menyebut kehadiran goyang seperti oplosan merupakan bukti bahwa lembaga penyiaran saat ini tidak memiliki standar pembuatan program yang berdasarkan kebudayaan Indonesia. Secara jujur rasanya memang sulit untuk mengatakan bahwa joget semisal Oplosan tidak membawa dampak apa-apa terhadap jiwa para penonton termasuk kita. Goyangan pinggul, pakaian minim, lekukan diri para penyanyi serta iringan musik yang menghentak selain memicu goyangan para penonton juga akan menghadirkan sensasi erotisme dan fantasi seks orang normal. Selain menggoyang fisik setiap penonton, goyang Oplosan dan semisalnya dapat pula menggoyang hati, pikiran, atau bahkan meruntuhkan keimanan para penikmat acara tersebut. Kita sulit pula membayangkan dengan apa yang terjadi pada genarasi mendatang bangsa ini jika mereka terus menerus menikmati hiburan yang tidak mendidik. Jika lagu yang selalu didengar dan disenandungkan semisal “Cinta Satu Malam” “Satu Jam Saja”, “Belah Duren”, “Wanita Lubang Buaya” atau yang lebih dahsyat lagi, dan yang ditonton videonya lalu diikuti adalah goyangan-goyangan erotis-sensualnya dengan ritmik sesuai dengan judul-judul lagu tersebut, maka akan lahirlah generasi-generasi penikmat goyang yang akan mengusung pergaulan bebas serta permisifisme hidup. Akibatnya, dipastikan kesetiaan terhadap pasangan dan makna dan sakralitas lembaga pernikahan akan hilang. Jika yang terjadi adalah demikian, maka rasanya tidak salah dengan pendapat ulama yang mengharamkan musik dari pada menghalalkannya dengan alasan dar’u al-mafsadhat (meninggalkan kerusakan) harus diutamakan dari pada jalb al-maslahah (menjemput kemaslahatan. Ulama, semisal Yusuf al-Qardhawi yang memperbolehkan musik bisa jadi akan berpaling mengharamkannya disebabnya banyaknya mafsadat dalam musik saat ini dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Wallahu a’lam.
|
This entry was posted on 00.48 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: