Agenda Silaturrahim dan RTL Ramadhan
21.20 | Author: nuruliman1972
18 September 2010

AGENDA SILATURRAHIM DAN RTL RAMADHAN

Oleh: Amalia Sulfana*

Kaum muslimin di seluruh dunia telah merayakan hari raya ‘Iedul Fithri 1 Syawwal 1431 H pada 10 September 2010 sebagai tanda berakhirnya ibadah puasa Ramadhan mereka. Saat itu, gema takbir, tahlil, dan tahmid dikumandangkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas hidayahNya sehingga mereka mau dan mampu menunaikan kewajiban puasa Ramadhan.
Setelah shalat ‘Ied ditunaikan, masyarakat muslim Indonesia mentradisikan silaturrahim tahunan berupa saling anjangsana dan berkunjung kepada saudara, kerabat, famili, kenalan, maupun kolega. Biasanya yang lebih muda datang kepada yang lebih tua atau senior. Silaturrahimpun seringkali didahului dengan sungkeman kepada orang tua terlebih dahulu, atau istri kepada suaminya. Tradisi silaturrahim kolektif inilah yang memicu timbulnya tradisi mudik yang telah melembaga dan menjadi agenda nasional rutin setiap tahunnya.

Berkenaan dengan taqwa, silaturrahim dapat disebut sebagai salah satu bentuk dimensi sosial-horizontal ketaqwaan seorang muslim. Jika ditelaah lebih lanjut, tradisi silaturrahmi memiliki dasar yang kokoh dalam Islam. Dalam al-Qur’an, diantara salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah mereka yang mau memaafkan orang lain (al-‘afin ‘an al-nass). Keinginan untuk mendapatkan maaf dan do’a, mendorong seseorang untuk mengunjungi yang lainnya. Kunjungan itu juga dimaksudkan sebagai bentuk berbakti yang muda kepada “senior”nya.

Selain itu, Islam juga memerintahkan umatnya untuk melestarikan kekerabatan (al-rahim) dan melarang memutuskan hubungan tersebut. Rasulullah dalam hadith al-Bukhari menegaskan bahwa pemutus hubungan kekerabatan (qati’) tidak akan masuk surga. Di hadith lain, Rasul menyebut bahwa puncak amal kebajikan (khair al-a’mal) adalah menyambung kekerabatan dengan orang yang memutuskannnya, memberi kepada orang yang menahan haknya, dan memaafkan orang yang telah berbuat dzalim kepada dirinya.

Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa upaya silaturrahmi, memelihara kekerabatan, dan menjalin persaudaraan seharusnya tidak terbatas pada bulan Syawwal saja atau setahun sekali. Sebaliknya, hendaknya ia tetap dilakukan setiap saat dan kesempatan. Ungkapan permohonan maaf dan kunjungan dapat dilakukan kapanpun atau melalui media apa saja. Setiap perselisihan dan percekcokan hendaknya segera diusahakan penyelesaiannya dan tidak dipertahankan berlarut hingga menunggu musim lebaran tiba. Bukankan Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk mengacuhkan atau mendiamkan muslim lain lebih dari tiga hari. Ini berarti batas menyimpan dendam, permusuhan, dan rasa kesal hanya dibatasi tiga hari saja, selanjutnya haruslah segera dihapus dan digantikan maaf, pengampunan, atau sikap baik. Tidak mudah memang, tetapi disitulah letak tantangan kebaikan ini.

Berakhirnya Ramadhan juga merupakan awal perjuangan sebenarnya dalam menjalani hidup penuh ketakwaan. Jika pada Ramadhan hampir semuanya secara kondusif mendukung iklim puasa, maka sepeninggalnya keadaan akan kembali “normal”. Pola hidup masyarakat yang sejenak diselingi suasana penuh rahmat nan agamis akan kembali ke habitatnya, penuh ambisi, sekuler, dan jauh dari agama. Hanya mereka yang belajar dengan baik kepada madrasah Ramadhan dan mampu mengambil pelajaran di dalamnya, yang dapat sukses menjadi bulan-bulan sesudahnya.

Jika dinalar dengan seksama, Ramadhan memang bulan “latihan” bertaqwa sebagaimana diindikasikan oleh ayat puasa la’allakum tattaqun (QS. 2: 185), sedangkan kesebelas bulan berikutnya adalah bulan praktik dan aplikasi. Dalam latihan Ramadhan, Allah berkenan memberikan stimulus dan motivasi luar biasa agar kita dapat berlatih dengan baik. Setelah Ramadhan berakhir, tinggallah masa mempraktikkan ajaran-ajaran kebaikan tersebut. Puasa selama sebulan bisa diteruskan dengan puasa Syawwal, senin-kamis, atau puasa sunnah lain. Kebiasaan shalat Tarawih dilanjutkan dengan shalat tahajud. Kebiasaan berbagi lewat ifthor (buka bersama), infak, dan shadaqah hendaknya tetap dilanggengkan, dan demikian seterusnya.

Demi kesuksesan bertaqwa, setelah Ramadhan berakhir perlu digagas dan disusun program lanjutan atau “rencana tindak lanjut” (RTL). Di dalamnya dapat diuraikan secara detail masing-masing capaian kebajikan selama Ramadan dan kegiatan-kegiatan terusannya beserta timing waktunya. Dengan demikian diharapkan ada sambungan kebaikan setiap amaliah Ramadhan, serta bulan mulia ini tidak hanya berfungsi sebagai “latihan bertakwa” tanpa praktik. Akan nampak pula kenaikan drajat ketakwaan seseorang pasca puasa. Bukankan dikatakan “Laisa al-‘id liman labisa al-jadid, walakin liman taqwahu yazid” yang berarti bahwa Fithri adalah milik mereka yang taqwanya meningkat dan bukan hanya berbaju baru? Allahu a’lam.



* Penggiat MGMP Bahasa Arab SMA dan guru PAI SMAN Babadan
This entry was posted on 21.20 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: