Belajar Bahasa Arab
16.17 | Author: nuruliman1972
8 Mei 2010

Takut belajar Bahasa Arab?

Oleh: Amalia Sulfana*

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Banyak kebutuhan seseorang yang hanya dapat dipenuhi oleh orang lain atau secara kolektif. Ketika hendak makan misalnya, ia memerlukan nasi yang baru dapat hadir lewat tangan petani, tukang selep, penjual beras, dan bahkan pekerja pabrik pupuk. Ada mata rantai yang panjang jika diurai, dalam setiap kegiatan manusia dalam mencukupi hajat diri dan keperluannya.

Karenanya, hidup adalah proses bersosialisasi dengan sesama manusia dan alam semesta. Dalam hal berhubungan dengan manusia, komunikasi dan penggunaan bahasa memegang peran sentral agar setiap pesan dan keinginan dapat dipahami dengan baik. Kehidupan manusia tidak akan bisa dilepaskan dari penggunaan bahasa, baik secara sederhana maupun kompleks.

Semakin luas seseorang menjalin hubungan dengan manusia lain, semakin banyak pula ragam bahasa yang digunakan, karena memang setiap daerah, negara, ras, atau suku memiliki bahasanya sendiri. Di tingkat lokal dipergunakan cukup bahasa daerah. Di tingkat nasional dipergunakan bahasa Indonesia, tetapi untuk tingkat internasional dipergunakan bahasa Inggris, bahasa Arab, atau bahkan bahasa Mandarin.

Berkenaan dengan bahasa Arab, bahasa ini memang layak disebut lughah ’alamiyah (bahasa internasional), karena digunakan lebih dari seperempat penduduk dunia saat ini. Hal ini berarti, bahwa mempelajari bahasa Arab dan menguasainya menjadi tuntutan agar seseorang dapat menjalin komunikasi dengan komunitas dunia yang tidak sedikit tersebut. Bahasa Arab telah menjadi salah satu pintu ”dunia” sebagaimana ia menjadi salah satu pintu dari ilmu pengetahuan.

Lebih dari itu, selain dipergunakan sebagai bahasa dunia, bahasa Arab juga dipergunakan sebagai ”bahasa akhirat”, dengan dipergunakannya bahasa ini dalam nas-nas al-Qur’an dan teks-teks bacaan atau do’a ibadah kaum muslimin. Secara berulang-ulang, Allah menjaminkan kemudahan belajar Al-Qur’an yang berarti memberikan garansi kemudahan mempelajari bahasanya, bahasa Arab. Dalam QS. Al-Qomar (54) ayat 17, 22, 32, 40, Allah menegaskan peran al-Qur’an sebagai bahan pelajaran yang dimudahkan mempelajarinya.

Disadari atau tidak, seorang muslim sebenarnya adalah ”orang arab” dalam pengertian ia menggunakan bahasa Arab sebagai lughah al-takhatub (bahasa percakapan) setiap harinya atau dalam banyak kesempatan ibadahnya. Ketika secara taat ia menunaikan kewajiban shalatnya, ia telah rutin menjalin komunikasi dengan Tuhannya, yang berarti telah berbahasa Arab secara intensif. Jika dicermati dan dipahami, makna bacaan shalat adalah pujian, aduan, dan permohonan seorang hamba muslim untuk Allah, Rabbnya.

Kenyataan tersebut semakin memperteguh urgensi mempelajari bahasa Arab. Sungguh tepat apabila lembaga pendidikan pesantren maupun agama menjadikan penguasaan bahasa sebagai kebutuhan primer disamping pengusaan ilmu-ilmu keislaman. Fenomena baru yang menggembirakan adalah sudah diusungnya bahasa Arab sebagai muatan lokal pada lembaga pendidikan umum semisal SMP maupun SMA.

Menyambut fenomena ini, yang perlu dilakukan para guru bahasa Arab adalah segmentasi kebutuhan berbahasa Arab secara tepat untuk pendidikan umum. Keluasan cakupan ilmu bahasa Arab dan keterbatasan jam pelajaran yang dialokasikan meniscayakan hal ini, agar pembelajaran menjadi produktif. Jika dalam berbahasa terdapat aspek istima’ (listening), kalam (speaking), qira’ah (reading), atau kitabah ( writing), maka konsentrasi pembelajaran dapat diarahkan pada dua aspek pertama, yakni istima’ dan kalam. Secara mendalam kedua hal tersebut dapat diajarkan dengan berbagai metode dan strategi, serta varian bahan ajar agar penguasaan siswa terhadap materi betul-betul maksimal. Sementara itu, materi qira’ah dan kitabah dapat diperuntukkan untuk tingkat lanjutan (mutawassith).

Mapping kebutuhan (segmentasi) berbahasa di sekolah secara tepat akan memudahkan pekerjaan guru dalam menyusun kurikulum dan memilih materi. Tidak nggladrah (kemana-mana), dengan keinginan semuanya akan disampaikan. Pembelajaran menjadi fokus dan hasilnyapun menjadi nyata, terukur.

Berbahasa adalah ketrampilan, karenanya sering disebut kafa’ah lughawiyah (ketrampilan berbahasa) atau maharah (kemahiran), meski tetap terdapat keterlibatan unsur kecerdasan. Sebagaimana belajar ketrampilan mengetik, menyetir, menjahit, atau menyulam, maka ketrampilan berbahasa harus dilatih secara kontinyu dan dibiasakan. Tidak heran apabila sesorang yang sudah pernah bisa bahasa Arab merasa kesulitan menggunakannya setelah meninggalkannya bertahun-tahun atau mempelajarinya sebatas ilmu tanpa praktek, sebagaimana seorang supir merasa thah thuh menyetir mobil setelah berhenti mengendarainya beberapa lama. Semakin sering digunakan, kemampuan berbahasa seseorang semakin baik. Disini menjadi penting untuk menciptakan mileu berbahasa (bi’ah al-lughah), sebagai wahana praktek berbahasa.

Dengan seluruh potensi besar bahasa Arab sebagai bahasa ”dunia akhirat”, keuntungan menguasainya, serta jaminan kemudahan ilahiyah dalam mempelajarinya, tidak perlu lagi ada kekhawatiran dalam berbahasa Arab, sehingga layak untuk diteriakkan secara lantang ”Belajar bahasa Arab, Siapa Takut!!!”. Mari kita berbahasa Arab.

* Guru PAI dan Pengurus MGMP Bahasa Asing SMA se-Ponorogo
This entry was posted on 16.17 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: