29 Desember 2009
MAKNA TAHUN BARU BAGI PENDIDIK
Oleh:Amalia Sulfana*
Secara hampir bersamaan, pada Desember tahun ini kita menyambut datangnya dua tahun baru, 1431 hijriyah dan 2010 masehi. Kesyukuran kepada Allah perlu kita panjatkan karena sampai saat ini kita masih diberikan panjang umur untuk menyaksikan kedua pergantian tahun tersebut. Ucapan yang seharusnya muncul dari mulut untuk orang lain adalah kullu ’am wa antum bikhair (semoga setiap tahun kalian selalu berada dalam kebaikan).
Tahun baru mengingatkan bahwa kita telah bertambah umur, satu tahun lagi, semakin dewasa atau tua. Pertambahan umur sering diidentikkan dengan pertumbuhan kematangan berpikir, kebijaksanaan, dan keakuratan perilaku. Karenanya, pergantian tahun menyisakan pertanyaan, apakah pertambahan umur kita berbanding lurus dengan pertumbuhan kualitas diri kita tersebut.
Berkaitan dengan nikmat waktu --dan juga kesehatan--, nabi sebagaimana diriwayatkan al-Bukhari dan Ibn Majah menyebut bahwa kebanyakan orang merugi di dalam keduanya. Dalam hadith lain nabi menegaskan bahwa orang yang beruntung (rabih) adalah mereka yang keadaan dirinya membaik dibandingkan hari kemarin. Orang yang merugi (maghbun) adalah mereka yang statis keadaannya, tidak ada pertumbuhan. Sedangkan orang yang celaka (mal’un) adalah mereka yang keadaannya hari ini memburuk dibandingkan hari sebelumnya. Hadith ini menjadikan pertumbuhan kualitas syarat pembeda antara mereka yang untung atau buntung/merugi.
Jika kita sebagai pendidik di sekolah, pertumbuhan kualitas diri dapat berupa kematangan emosional, penguasaan konten materi ajar, kemampuan metodologis, kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran, serta hal-hal berhubungan dengan pembelajaran. Maka, berdasarkan hadiht tersebut, guru yang beruntung adalah guru yang berkembang, dan sebaliknya jika tidak berkembang atau bahkan menurun kualitas dan kompetensinya, guru dapat disebut merugi atau sengsara.
Dalam berbagai kesempatan sambutannya, Direktur Kualita Pendidikan Indonesia (KPI) Surabaya, ustadz Masruri, selalu menekankan perlunya guru meng-upgrade diri dan kemampuannya setiap waktu, agar terjadi peningkatan mutu diri. Menurutnya, jika seorang guru statis dan tidak berkembang, dan ia mengajar dengan cara yang sama setiap tahunnya pada sebuah materi aja misalnya, ini berarti telah terjadi ”copy” guru tersebut secara berulang-ulang, dua, lima, atau sepuluh kali, sesuai lama tahun ia mengajar. Kenyataan ini juga menandakan bahwa sang guru tidak berinovasi sama sekali dan tidak mengadakan penyesuaian dengan perkembangan zaman dan tuntutannya. Karenanya, upgrade kemampuan diri lewat berbagai cara harus ditempuh agar sang guru memaksimalkan pengabdiannya.
Perkembangan zaman berupa kemajuan teknologi dan perilaku sosial memang menuntut semua orang untuk berubah, tentunya dalam konotasi positif. Menyikapi secara tepat kemajuan zaman adalah keniscayaan. Jika tren sosial berkaitan dengan teknologi adalah akses internet berupa email, mailist, facebook, Twitter, Yahoo Massanger, dan juga blogging, maka sudahkan para guru akrab dengan tren tersebut, mengaksesnya dan berusaha mempergunakannya dalam pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Jika perilaku remaja banyak berubah menjadi permissif yang dimungkinkan karena pengaruh internet, film, pergaulan, dan lainnya, maka apakah para pendidik sudah mulai memikirkan solusi dan alternatif pemecahan di sekolah dan lembaga mereka. Jika sudah, maka hal tersebut merupakan sebuah kemajuan, dan jika belum, maka perlu segera diusahakan.
Dunia pendidikan kontemporer yang mengusung pembelajaran menyenangkan (joyfull learning), atau pembelajaran aktif, atau pembelajaran koperatif, memunculkan pertanyaan untuk para pendidik, sudahkan mereka mengenal pendekatan pembelajaran tersebut dan menerapkannya di ruang-ruang kelas mereka. Pendekatan pembelaran modern tersebut tidak menyisakan tempat bagi otoritasi guru secara berlebihan, dropping pengetahuan, pemaksaan dan keterpaksaan dalam belajar, kerja individual secara berlebihan, serta kemonotonan dalam belajar. Sebaliknya yang akan dihadirkan adalah kerjasama dalam belajar, pelibatan siswa, kreativitas, dan suasana menyenangkan.
Beberapa tahun terakhir merupakan ”masa-masa mudah” bagi guru, terutama bagi yang pegawai negeri. Kesempatan sertifikasi yang diperuntukkan guru hendaknya memicu semangat mereka untuk menyempurnakan keempat kompetensi mereka (pedagogis, profesional, kepribadian, sosial) secara utuh. Selain itu, insentif juga diberikan oleh pemerintah daerah. Secara ekonomi guru dianggap ”mapan” dan karenanya profesi ini sekarang banyak diminati terbukti dari membludaknya mahasiswa fakultas/jurusan keguruan di banyak tempat. Hanya saja, para guru juga memiliki beban moral berkenaan fasilitas tersebut, apakah mereka sudah memberikan pengabbdian yang seharusnya.
Dalam memaksimalkan perannya saat ini, guru juga dituntut untuk mengubah orientasinya, dari sekedar ”mengajar” menjadi ”mendidik”. Jika mengajar berhenti pada pada tersampaikannya materi pelajaran dan penguasaan secara kognitif, maka mendidik berarti berusaha menanamkan materi yang diajarkan pada aspek praktek afektif yang lebih riil. Penanaman moral dan perubahan perilaku menjadi acuan. Berbagai cara akan ditempuh oleh guru dalam mendidikkan ”sesuatu” yang dapat dijadikan modal bagi peserta didik dalam kehidupankan. Guru juga dituntut menjadi agen moral, dengan terlebih dahulu memperbaiki dirinya sendiri. Dengan memaksimalkan perannya, guru akan mendapatkan kepuasan dalam mengajar dan menyampaikan pelajarannya.
Sebagai penutup, menarik untuk diketengahkan sebuah puisi (dengan modifikasi) untuk guru yang dimuat klubguru dalam situsnya;
Hari ini.........
hari esok........ ......
aku tetap Seorang Guru.....
tetap mendidik,... ...
tetap , menghitung gaji........ .
tetap absen Ku di hitung
tetap memeriksa buku siswa
Hari ini, tahun ini sama saja.....
ada trompet , ada petasan sama saja........ ...
aku tetap seorang Guru........
dengan antusias aku tetap berangkat mengajar....... .....
aku tetap seorang guru........
yang selalu tersenyum melihat keluh kesah guru-guru lain........
hari ini........terasa lelah,
Liburan sekolah tetap aku seorang guru,
meski nggak bisa liburan, karena masih mikirin kalau tidak adanya anggaran
aku tetap seorang guru
* Guru PAI SMAN 1 Babadan Ponorogo
This entry was posted on 14.31 and is filed under
Pendidikan
. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 komentar: