Lima Menit
16.37 | Author: nuruliman1972

4 Oktober 2009

LIMA MENIT


”Lima menit saja”, demikian ungkapan yang sering kali dipergunakan sebagai pengganti permintaan untuk menunggu untuk waktu yang sebentar. Jika menit adalah satuan waktu yang terdiri dari enam puluh detik, maka lima menit merupakan kumpulan dari lima dikalikan dengan enam puluh detik, atau sama dengan tiga ratus detik. Sebuah waktu yang tidak sebentar.

Dalam pengantar buku saku Jibal hasanat bi daqaiq ma’udat, Muhammad Yunus bin Abd al-Sattar menegaskan bahwa diantara rahmat Allah adalah dilipatkannya pahala sebuah kebajikan hingga sepuluh kali dan dosa sebuah keburukan tetap dengan jumlah keburukan itu sendiri (QS. Al-An’am: 160). Allah juga telah menjadikan amal-amal yang mudah, sederhana, dan nampah remeh temeh tetapi memiliki potensi pahala yang berlipat sehingga tidak dapat diketahui jumlah keutamaannya. Amal-amal tersebut dapat dilakukan dalam waktu yang pendek, sebentar, alias tidak lama. Hanya saja, ternyata tetap saja banyak manusia yang memenuhi masuk neraka.

Sebagai jumlah waktu yang sebenarnya tidak sedikit, dalam lima menit banyak pekerjaan kebajikan dapat diselesaikan. Berdzikir secara rutin dan kontinyu selama lima menit ba’da shalat setiap fardhu misalnya, dapat menentramkan hati dan pikiran dikarenakan kehadiran Allah dan me Nabi sebagaimana diriwayatkan al-Bukhari menyebut subhanallah al-’adzim dan subhanallah wa bihamdih sebagai dua kalimat yang berat timbangannya dan dicintai Tuhan yang Rahman, tetapi sangat ringan diucapkan karena hanya menyita sedikit waktu dan energi kita. Dalam riwayat al-Tirmidzi, nabi juga menyebut kalimat takbir sebagai sesuatu yang memenuhi separuh timbangan, dan kalimat alhamdulillah memenuhi setengah yang lain, hal mana keduanya dapat dilakukan berkali-kali dalam waktu lima menit saja atau kurang.

Tadarus al-Qur’an selama lima menit sedikitnya atau lebih secara rutin setiap hari juga mengundang rahmat Allah dan menentramkan hati, karena al-Qur’an memang merupakan ”hidangan” Allah untuk kaum mu’minin, penawar bagi hati mereka, dan penghibur (busyra) bagi mereka. Lima menit tadarus al-Qur’an atau lebih setiap harinya juga membantu seseorang untuk memahami petuntuk-petunjuk Allah dalam al-Qur’an yang pada gilirannya mengantarkan pada keselamatan dunia akhirat karena kemampuannya memahami dan mengaplikasikan hidayah dalam hidupnya.

Tradisi kuliah tujuh menit (kultum) pada malam-malam shalat Tarawih bulan Ramadhan dan kuliah subuh digagas untuk menambah pengetahuan dan wawasan keagamaan para pendengar disamping dapat menggugah kesadara mereka. Manajemen penyelenggaraan kegiatan ini dengan baik baik dari aspek materi dan pemilihan muballigh, akan menunjang kesuksesan kajian agama yang memakan hanya sedikit menit tersebut.

Dalam menjalin keakraban dan mewujudkan suasana penuh kasih sayang di dalam sebuah rumah tangga, lima menit sudah cukup. Kehidupan pagi hari yang diawali dengan keceriaan canda tawa, humor, bermain-main, atau ”kerja bhakti” membersihkan rumah tangga akan membuat keseluruhan hari menjadi penuh arti. Semua menjadi lebih bersemangat. Perhatian-perhatian kecil selama lima menit oleh orang tua terhadap anak-anak di sore hari tentang belajar dan kegiatan mereka seharian, akan berdampak besar pada adanya ikatan emosional hubungan orang tua-anak menjadi lebih kokoh dan terbuka. Perhatian ini akan menimbulkan kepercayaan anak-anak pada orang tua sehingga mereka tanpa segan mau berbagi informasi atau ”curhat” dan lain sebagainya.

Untuk menggairahkan suasana pembelajaran di kelas, para guru dapat mengunakan ice breaker berupa permainan, games, teka-teki, lagu atau gubahannya, dan sebagainya. Penggunaan media atau alat peraga yang menunjang kesuksesan kontruksi bangunan keilmuan juga hanya membutuhkan waktu lima menit atau lebih sedikit. Demikian pula penyampaian motivasi, penenungan, dan pesan moral yang butuh sedikit waktu pada akhir pembelajaran juga menjadikannya happy ending sekaligus menjadikan ”tatap muka” tersebut penuh kesan.

Dalam sebuah undangan pertemuan, usaha seseorang untuk hadir tepat waktu atau lebih awal lima menit sebelum acara dimulai menunjukkan penghormatannya terhadap undangan, kegiatan di dalamnya, dan penghargaan terhadap nilai waktu. Jika sudah membudaya, maka kebiasan tepat waktu akan membuat setiap acara berjalan lancar, produktif, dan sesuai harapan. Tidak ada ketergesa-gesaan. Sedangkan keterlambatan dalam menghadiri acara biasanya bersumber dari cara pandang yang meremehkan waktu. Yang terpenting adalah kehadiran di tempat, sementara tepat waktu tidak lagi dipersoalkan, apalagi kontribusi terhadap acara.

Waktu pada dasarnya adalah hidup dan bagian dari kehidupan sendiri. Hasan al-Basri menyebut umur sebagai ayyam majmu’ah (kumpulan dari hari-hari). Jika ia tidak dipentingkan meski hanya sedikit darinya, maka berarti ia tidak mementingkan kehidupan itu sendiri. Hal ini akan berdampak pada tidak maksimalnya produktifitas diri dan kuantitas amal shalih yang dapat dikerjakan. Menghemat waktu dapat diartikan sebagai upaya ngopeni setiap detik dan menit agar bermanfaat minimal untuk diri sendiri, dan kalau dapat diusahakan agar bermanfaat juga bagi orang lain.

Lima menit merupakan sedikit waktu tetapi juga sangat dapat dianggap banyak karena terdiri dari ratusan detik. Banyak pekerjaan dan amal dapat diselesaikan dalam lima menit. Akumulasi dari pekerjaan pekerjaan kecil-kecil tersebut dapat berubah menjadi prestasi dan amal yang besar yang berharga di hadapan Allah dan dihormati oleh banyak manusia.

Jangan remehkan hal-hal kecil. Orang-orang besar melakukan hal-hal kecil secara terus menerus, kontinyu, dan sungguh-sungguh. Hingga suatu saat, hal-hal kecil itu mengantarkan mereka menjadi orang-orang besar. Rasulullah telah bersabada bahwa sebaik-baik perbuatan adalah yang paling dawam dilakukan meskipun kecil (khair al-a’mal adwamuha wain qalla). Disamping itu lautan air juga terbentuk dari tetes demi tetes air hujan yang kemudian mengalir menjadi sungai yang menuju lautan (qutratan fa qutratan tashir bahran). Bukankah begitu?
|
This entry was posted on 16.37 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: