Mengisi Hati Yang Hampa
19.13 | Author: nuruliman1972
14 Juli 2009

MENGISI HATI YANG HAMPA

Oleh: Amalia Sulfana, S.Ag.*

Pernahkah Anda mengalami patah hati, ketika pujaan hati belahan jiwa, orang yang Anda cintai dengan sepenuh hati tiba-tiba meninggalkan Anda, baik dengan ataupun tanpa alasan yang jelas, sehingga keadaan diri Anda seperti apa yang diungkapkan Pasha Ungu dalam lirik-lirik lagunya:

Pernah kah kau merasa 2x
Cukup sudah kuberikan cintaku
Cukup sudah rasa ini untukkmu
Mati sudah hati ini padamu
Mati sudah hasrat ingin bersamamu

Pernah kah kau merasa
Hatimu Hampa
Pernah kah kau merasa
Hatimu Kosong

Jika pernah, Anda tentu akan dihadapkan pada beberapa kemungkinan pilihan. Pertama, Anda akan larut dalam kepatah-hatian Anda, lalu bersikap destruktif bukan saja terhadap lingkungan tapi juga terhadap diri sendiri. Puncak dari kondisi ini bisa jadi mendorong keinginan Anda untuk bunuh diri. Kedua, Anda memilih melupakan patah-hati tersebut dengan cara mencari pelarian dalam bentuk-bentuk yang lain. Pilihan ketiga, anda berusaha mengolah kepatah-hatian itu dengan jiwa yang besar, bahwa hal tersebut suatu peristiwa yang biasa saja terjadi dalam sebuah percintaan, bahkan mungkin sesuatu yang bisa dinikmati.

Pilihan pertama dan kedua tentu bukanlah pilihan cerdas dan bijak karena larut dalam kepatah hatian dan upaya mencari pelarian akan menyeret pada sejumlah tindakan yang merugikan, tidak saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk keluarga. Patah hati yang berkepanjangan dengan segala ekses yang ditimbulkan merupakan bentuk ”kekosongan hati” dari keyakinan terhadap keberadaan Tuhan, Dzat yang telah menggariskan kehidupan dan menetapkan takdir baik buruk manusia. Sebaliknya, kemampuan untuk mengendalikan diri ketika ditinggal kekasih atau pujaan hati adalah bentuk penghayatan terhadap realitas kehidupan disamping merupakan kesabaran dalam menghadapi musibah.

Kehilangan kekasih, putus cinta, atau ditinggal pasangan sejatinya merupakan sunnah kehidupan, yakni bahwa yang memiliki pasti suatu saat akan kehilangan. Rasulullah mengingatkan kita tentang hal ini dengan ungkapan ahbib man syi’ta fainnaka mufariquh (cintailah orang sesusakamu, tetapi ingatlah kau pasti akan kehilangan dirinya).

Karenanya, dalam mencintai seseorang atau sesuatu seharusnya tidak perlu menghabiskan seluruh perasaan berupa ”cinta mati” atau juga ”cinta buta”, karena sakitnya hati akibat kehilangan cinta model ini akan terasa begitu dalam. Cinta dengan membabi buta seringa kali merampas ”cinta sejati” kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang pada gilirannya dapat mereduksi pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya.

Cinta kepada Allah adalah pangkal segala cinta yang menaungi seluruh cinta-cinta yang lain. Keberadaan cinta agung ini diharapkan dapat menumbuhkan cinta makhluk kepada sesamanya. Hanya saja, cinta kepada Allah haruslah tetap utama. Menomorduakan cinta Allah akan memicu ”murka” Allah. Dalam al-Taubah: 24, ditegaskan: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Diantara bukti cinta manusia kepada Allah adalah kemauannya yang tulus untuk selalu menghadirkan-Nya lewat ucapan (dzikir) maupun lewat tindakan dengan mengikuti perintahNya. Kehadiran Allah melalui dzikir akan mendatangkan ketentraman hati (QS. Al-Ra’d : 28) bagi orang yang beriman. Sementara tindakan mengikuti perintah-Nya akan mendekatkan seseorang kepada Tuhannya, mendapatkan ridho-Nya, serta dijanjikan ketentraman hati yang tentunya akan berdampak pada kehidupan yang damai dan sejahtera. Jadi, jangan biarkan hatimu hampa dari dzikir kepada Allah meski sedang ”hampa” karena kehilangan kekasih atau pujaan hati. Dzikir kepada Allah akan membantumu meringankan beban kehilangan tersebut, karena masih ada Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang mencintaimu baik sebagai muslim maupun manusia.


* Guru SMAN 1 Babadan Ponorogo
|
This entry was posted on 19.13 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: