Bersedekah Tanpa Harta ?
20.46 | Author: nuruliman1972
25 Juni 1009

Oleh: Amalia Sulfana, S.Ag.

Kedermanan adalah sikap yang menghiasi pribadi seorang muslim, dan sebaliknya sikap bakhil dan pelit adalah keburukan yang seharusnya dijauhi. Dengan keimanan dan amal salehnya, seorang muslim memiliki jiwa yang suci dan hati bersih, yang merupakan pribadi yang mudah berempati, ringan mengulurkan tangan, gampang berbagi dan memberikan bantuan.

Bantuan seseorang pada yang lainnya selama ini diasumsikan dengan sejumlah materi dan pemberian harta. Padahal jika sedekah selalu diukur dengan uluran bantuan material, maka tentu akan banyak orang muslim akan kehilangan kesempatan untuk bersedekah. Tetapi, pernyataan tersebut tidak berarti menghilangkan arti penting sedekah harta. Islam tetap memandang pemberian materi sebagai puncak sedekah sehingga seorang muslim layak untuk “dengki” dari saudara muslim lainnya yang memiliki intensitas tinggi dalam menyumbangkan hartanya, seperti halnya yang ditegaskan dalam hadith nabi dari al-Bukhari.

Bagi kaum muslimin yang memiliki keterbatasan materi, Allah tetap memberikan kesempatan untuk meraih pahala sedekah lewat amal-amal non material yang “murah” dan mudah. Pada aspek ini, dukungan kekuatan niat dan keteguhan hati sebagai motor utama. Perkataan baik dan pemberian maaf disebut Allah dalam Al-Baqarah : 263 sebagai amal yang dapat menandingi sedekah yang diikuti dengan perkataan yang menyakitkan.

Nabi sebagaimana diriwayatkan al-Bukhari juga menyebut “pemberian” lain yang berjumlah lebih dari 15 belas buah lain yang berdimensi sedekah seperti tasymit al-‘athis (menjawab do’a orang bersin), menghilangkan aral/halangan dari jalan. Dalam riwayat Ahmad, nabi menyebut pula ucapan salam, kegiatan amar ma’ruf, mencegah kemungkaran. Sedangkan dalam riwayat al-Timdidzi, nabi menambahkan tabassum (senyum), memberikan petunjuk kepada yang tersesat, menuntun si buta, menghilangkan duri, dan menuangkan air kepada ember orang lain merupakan bentuk-bentuk lain sedekah. Pemenuhan hasrat biologis terhadap pasangan sah bahkan juga disebut sebagai sedekah suami kepada istrinya.

Dari ayat al-Qur’an dan hadith nabi tersebut dapat dipahami bahwa sedekah yang selama ini dimaknai “pemberian” materi ternyata dapat diartikan lebih luas dan dilakukan dengan berbagai cara. Kebajikan sosial untuk meringankan beban sesama dalam berbagai bentuknya meski tidak berwujud materi dapat dianggap sebagai sedekah dan berpahala sepertinya.

Kenyataan ini memberikan harapan baru bagi semua orang untuk tetap bersedekah dalam segala kondisi. Dalam keadaan yang serba lapang dan diberi kelimpahan materi, maka pilihan sedekah material adalah utama disamping tetap untuk mewujudkan sedekah-sedekah dalam bentuk lain. Bagi yang cupet materi, tidak harus berhenti memberi tetapi seluruh bentuk kebaikan dan persembahan bagi orang lain dapat menjadi pilihan sebagaimana ditegaskan nabi. Ini berarti ia tetap bisa bersedekah dengan tenaga, ilmu, dan pikiran yang saat ini dimilikinya, sambil terus berharap dan berusaha bahwa suatu saat ia juga bisa menyumbangkankan harta kekayaannya untuk mewujudkan sedekah yang bersifat material.

Dengan demikian, bagi mereka yang mampu, sedekah dalam bentuk pemberian materi adalah “keharusan” dalam rangka menjemput rahmat Allah. Sedekah maliyah juga merupakan amal sholeh nyata dalam mengentaskan kemiskinan, memeratakan rezeki Allah, dan menumbuhkan kepedulian sosial. Sedangkan bagi yang tidak mampu, masih tersedia cara-cara lain yang dapat ditempuh untuk bersedekah dan membantu sesama. Lebih idealnya lagi jika dapat digabungkan antara keduanya. Jadi, tidak ada alasan lain lagi bagi seseorang untuk menunda sedekah atau bahkan tidak bersedekah sama sekali.
|
This entry was posted on 20.46 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: