Menjadi Muslim "Seratus Ribu"
18.01 | Author: nuruliman1972

6 September 2009

MENJADI MUSLIM “SERATUS RIBU”



Dalam kesempatan mengawali ceramah Ramadhannya, seorang ustadz menunjukkan dua buah kertas, satu berupa selembar uang sepuluh ribuan dan selembar kertas putih. Selanjutnya ia menanyakan tentang apa sikap para hadirin terhadap dua kertas tadi, jika terjatuh. Mana diantara keduanya yang lebih menarik untuk dipungut dan mengapa demikian. Hadirin menjawab bahwa uang lebih menarik karena nilai yang dimilikinya. Sang ustadz menambahkan bagaimana jika yang jatuh itu uang dua puluh ribuan, lima puluh ribuan, atau bahkan seratus ribuan. Para hadirin menyahut bahwa semakin besar nominal rupiahnya, maka maka hal tersebut semakin menarik perhatian dikarenakan semakin besar nilai yang dikandung.

Pak Ustadz lalu menjelaskan bahwa pada prinsipnya uang dan kertas itu berasal dari dari bahan yang sama tetapi memiliki nilai yang berbeda. Seorang muslim dan seorang kafir juga berasal dari penciptaan yang sama, ciptaan Dzat Yang Maha Pencipta, dan sama-nama berasal dari tanah, tetapi dua sosok tersebut memiliki ”nilai” yang berbeda di hadapan Allah. Jika kertas dan uang menjadi berbeda nilai dikarenakan perlakuan yang berbeda oleh percetakan yang menggarapnya, maka perbedaan nilai muslim dan kafir disebabkan keimanan dan amal shaleh yang dilakukan seorang muslim, hal mana keduanya berada dalam ”kekuasaan” dan kemampuan dirinya, tentunya tanpa paksaan. Nilai diri seorang muslim yang satu dengan yang lain lanjut sang ustadz, juga berbeda seperti perbedaan nilai mata uang rupiah yang merentang dari lima puluh perak hingga seratus ribu ribu. Semakin mantap keimanan dan semakin banyak amal shaleh yang dilakukan seorang muslim, maka semakin tinggi nilainya dihadapan Allah. Inna akramakum ind Allah atqakum, atau berarti bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.

Taqwa memang merupakan kata kunci kesuksesan seorang manusia sebagai makhluq Allah. Dalam rangka membelajarkan taqwa kepada para makhluq-Nya manusia, Allah menempuh banyak cara diantaranya adalah Puasa. Puasa Ramadhan adalah mekanisme wajib yang harus ditempuh oleh seorang muslim setiap tahunnya. Selama satu bulan penuh, ia belajar menyucikan diri, pengendalian kemauannya, penguasaan emosi, kepedulian sosial, keprihatinan hidup, dan kesederhanaan. Akumulasi penguasaan terhadap semunya menghantarkan seorang muslim yang shaim untuk menjadi muslim muttaqin.

Allah Yang Maha Bijaksana berkehendak untuk membalas pahala ibadah puasa yang ”rahasia” yag dilakukan seorang sesuai yang dikehendakiNya. Al-Shaumu li, wa ana ajzi bih. Besaran nilai pahala puasa seorang muslim serta amalan-amalan lain yang dilakukan di bulan Ramadhan sangat bergantung pada kemurahan Allah, Dzat yang menshariatkan puasa. Karenanya bisa jadi jika beberapa muslim yang pada saat sama berpuasa, akan menerima imbalan dan ganjaran berbeda.

Nilai diri seorang muslim berupa keimanan dan amal-amal shaleh yang ditunaikan merupakan “alat tukar” dalam transaksi untuk mendapatkan maghfrah, rahmat, atau bahkan surga Allah. Dalam surat al-Shaff ayat 10, Allah menyebut ketaatan berupa keimanan dan jihad di jalan Allah sebagai tijarah (perdagangan) yang menyelamatkan dari adzab yang pedih. Dalam surat Al-Taubah ayat 111, Allah telah melakuan isytira’ (pembelian) terhadap diri dan harta orang mukmin dengan surga disebabkan perjuangan mereka yang dapat berakibat kematian.

Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan bahwa terdapat ”harga pantas” untuk mendapat pembebasan dari neraka, masuk surga, atau memperoleh kedudukan terhormat di sisi Allah. Semuanya tidak diberikan gratis, meski jika dikehendaki Allah, tentunya hal tersebut dapat saja terjadi. Allah tidak juga akan mensia-siakan amal kebaikan seseorang tanpa pahal jika dilakukan dengan benar dan tulus. Harus tetap ada pengorbanan dan pembuktian cinta kita terhadap Sang Khaliq berupa ketaatan dan amal-amal kebajikan.

Hanya saja, modal amal seseorang tidak cukup untuk mengantarkannya mendapat surga Allah. Dalam hadith yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah menyebut bahwa seseorang tidak akan masuk surga dengan amalnya saja, tetapi harus disertai dengan rahmat Allah. Ini berarti bahwa seseorang tetap tidak boleh over percaya diri dengan prestasi amal ibadahnya, tetapi harus tetap memohon rahmat Allah dan ma’unahnya agar sampai kepada kebahagiaan dan surga Allah tersebut.

Ramadhan adalah kesempatan terbatas sebagaimana disebut al-Qur’an sebagai ayyaman ma’dudat. Momen ini hendaknya dimanfaatkan oleh setiap muslim untuk mempersembahkan amal terbaik lewat puasa, qiyam al-lail, sedekah, iftar al-shaim, tadarus al-Qur’an, serta amal-amal sosial yang lain dalam segala bentuknya. Selain itu kualitas diri hendaknya dapat didongkrak lewat pembiasaan kejujuran, penguasaan nafsu dan syahwat, pengendalian emosi, kesederhanaan, kedermawanan, dan kerajinan dalam beribadah.
Jika seratus ribu merupakan nilai tertinggi rupiah, maka selayaknya seorang muslim berusaha untuk menjadikan dirinya seperti ”seratus ribu”, sebuah nominal tertinggi. Lewat usaha terus menerus dan berkesinambungan maka capaian untuk menjadi muslim paling bertaqwa hendaknya dapat diwujudkan. Tidak mudah memang, tetapi inilah tantanganya. Allah Tuhan Yang Maha Bijak telah membekali kita dengan banyak hal termasuk puasa Ramadan sebulan penuh. Semoga. Wallahu a’lam.
This entry was posted on 18.01 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On 6 September 2009 pukul 20.03 , vizon mengatakan...

waduh, puasa saya masih bernilai "lima ratus rupiah" nih ustadz... kayaknya perlu segera meng-up grade menjadi "seratus ribu rupiah". semoga kesombongan duniawi saya tidak merubah yang lima ratus rupiah tadi menjadi kertas putih. bisa gawat tuh... :D