Menumbuhkan Persahabatan di Sekolah
16.33 | Author: nuruliman1972
MENUMBUHKAN “KEPOMPONG” PERSAHABATAN DI SEKOLAH

Oleh : Nurul Iman

Kepompong adalah nama sebuah “bentuk peralihan” seekor ulat sebelum bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Akhir-akhir ini istilah kepompong begitu populer dan akrab pada telinga anak-anak karena ia adalah judul lagu yang hit dari kelompok Sindentosca dan bahkan telah dijadikan judul untuk sebuah sinetron di salah satu stasiun televisi swasta yang ditayangkan setiap hati. Ada banyak hal menarik yang dapat diambil dari lirik lagu ini khususnya berkenaan dengan hubungan persahabatan. Diantaranya:

Persahabatan bagai kepompong
Merubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah menjadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan

Dalam konteks agama, pertemanan dan persahabatan mendapat perhatian serius. Ada sekian banyak dalil yang menegaskan bahwa seseorang harus “melihat” siapa yang akan dijadikan teman, hak-hak, dan kewajiban pertemanan. Karenanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa untuk menilai seseorang dapat dilakukan dengan melihat dari komunitas teman yang melingkupinya.

Teman adalah orang yang turut mempengaruhi kehidupan orang lain lewat pertemanan yang hubungan yang terjalin, sesuai dengan ungkapan su’u al-khuluqi yu’di (akhlak yang buruk itu menular). Peribahasa ini juga berkonotasi sebaliknya, yakni bahwa yang menular dari sebuah pertemanan itu tidak hanya keburukannya tapi juga kebaikannya. Ini berarti bahwa husn al-khuluqi yu’di (akhlak yang baik itu menular). Pemilihan teman atau sahabat secara benar akan menentukan baik-buruknya pengaruh yang didapat dari sebuah pertemanan.

Sukses masa depan turut ditentukan oleh banyaknya teman dan relasi disamping tentunya kemampuan-kemampuan individual yang lain. Dalam konsep multiple intelligences (kecerdasan ganda), dikenal adanya kecerdasan sosial atau interpersonal. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini biasanya memiliki banyak kawan, cepat akrab, supel, dan mampu menggerakkan banyak orang untuk sebuah kegiatan.
Berkenaan dengan penumbuhan kecerdasan sosial ini, sekolah dapat mengambil peran penting didalamnya. Kegiatan peringatan hari-hari besar nasional dan Islam misalnya dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk memberikan pengalaman berharga bagi para siswa dalam interaksi sosial secara lebih bertanggung jawab. Organisasi-organisasi intra sekolah seperti OSIS, Pramuka, PMR, dan kepengurusan kelas dapat lebih dioptimalkan untuk memberikan pengalaman “memimpin” dengan menjadi pengurus atau “dipimpin” lewat peran sebagai anggota. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan untuk dapat belajar dari organisasi santri (siswa) di kalangan pesantren yang telah berjalan dengan baik bahkan sukses mengelola koperasi santri dengan omset hingga ratusan juta rupiah.

Pembelajaran di ruang-ruang kelas hendaknya berorientasi pada siswa (student centered) tetapi tidak terpaku pada pembelajaran individual. Guru perlu juga untuk merencanakan pembelajaran yang melibatkan banyak siswa dalam bentuk kelompok. Strategi pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah yang mendorong para siswa siswa untuk bekerjasama dapat menjadi pilihan variasi. Inbond atau outbound activity sekali waktu dapat pula dijadikan ajang pembelajaran terpadu yang mungkin melibatkan beberapa mata pelajaran sekaligus.

Berbagi gagasan di kelas dapat dilakukan misalnya dengan metode think, pair and share (berpikir secara berpasangan lalu mengemukaan pendapat di depan kelas) atau review bahan atau dengan “pesta” pertanyaan. Metode debat, analisa studi kasus, bermain peran, dan diskusi panel dapat pula dipraktekkan.

Dalam evaluasi pembelajaran dan penguasaan konsep yang sudah dipelajari, selain menggunakan quis, guru dapat pula mempertimbangkan penggunaan metode-metode yang melibatkan kelompok seperti mengembangkan peta konsep, refleksi, simulasi/latihan, dan juga turnamen. Lewat berbagai hal tersebut diharapkan para peserta didik memiliki banyak pengalaman bekerja sama, berbagi, dan bersinergi dengan teman-teman yang lain.

Sekolah dan para guru juga dapat memberikan dorongan kepada para siswa untuk memanfaatkan waktu mereka di rumah untuk aktif berorganisasi disamping tugas belajar dan mengulang pelajaran. Lewat kerjasama dengan wali murid, para siswa dapat dimotivasi untuk aktif dalam kegiatan kemasyarakatan semisal RT, Karang taruna, Ikatan remaja Masjid, dan lain sebagainya. Diharapkan lewat kegiatan semacam ini, energi berlebih para siswa yang merupakan generasi muda dapat tersalurkan secara baik dan lebih bertanggung jawab. Pada gilirannya kesempatan berorganisasi ini akan memberikan pengalaman pertemanan berharga yang diharapkan banyak bermanfaat bagi mereka pada masa yang akan datang.

Pertemanan dan persahabatan yang baik merupakan aset seseorang untuk masa depannya. Lewat penumbuhan aset ini diharapkan seorang peserta didik akan menuai kesuksesan pada waktu berikutnya. Bukankah para pakar sepakat bahwa kesuksesan hidup tidak dapat digantungkan semata-semata pada kecerdasan intelektual (logis-matematis). Karenanya, perlu pula dikembangkan kecerdasan-kecerdasan yang lain termasuk kecerdasan sosial/interpersonal guna menyempurkan kesuksesan itu. Dalam hal ini sekolah yang memiliki 1/3 “hidup” siswa dapat mengambil perannya. Wallahu a’lam.
This entry was posted on 16.33 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On 3 Februari 2009 pukul 19.23 , Rotmianto Mohamad mengatakan...

Assww Pak Nurul,
Bagus2 pak, artikelnya. Iya memang benar, persahabatan harus ditumbuhkan sejak dini, di bangku sekolah, dan di mana saja anak berada. Dengan persahabatan, hidup mjd lebih indah.
Ok, smg sukses selalu.
Wasalam